Setahun Setelah Kau Pergi


Debur ombak mengiringi langkahku
Di pantai kenangan kita
Gelombang ingatan memasuki kepalaku
Cerita tentang kita
Setahun yang lalu

Ingatkah kau, setahun yang lalu kita berdiri berdua disini? Menyaksikan semburat terakhir menyelinap pergi pertanda usainya hari. Berdua. Hanya kau dan aku.

Aku melepas sepatuku dan merasakan hangatnya pasir di sela-sela jemari kakiku. Angin menerpa memainkan rambutku. Dulu ada kau yang merapikan rambutku ketika angin membuat rambutku berantakan. Masa yang tak mungkin akan kembali lagi.

Dering bel sepeda membuatku menoleh. Terlihat dua kanak-kanak berkejaran dengan sepeda mereka. Tertawa riang. Matahari bersinar cerah. Secerah wajah kanak-kanak itu. Aku tersenyum getir. Mengingatmu. Mengenangmu.

Ingatkah kau Ruu, saat kita menaiki sepeda sewaan kita dan berkejaran di tepi pantai. Waktu itu sepedamu menabrak karang kecil yang bersembunyi di sela-sela rumput. Kau terjatuh dan aku yang panik langsung turun dari sepedaku dan membantingnya. Kau menundukkan kepalamu sampai aku begitu khawatir melihatnya.

Tiba-tiba kau mengangkat kepalamu dan tertawa. “ gotcha!” katamu sambil tertawa melihat wajahku yang sudah merah padam hampir menangis. Lalu aku ikut tertawa sambil memukul pelan bahumu. Dan kau menciumku lembut. Tepat saat matahari bergeser dari peraduannya.

“ Kakak, kakak menjatuhkan ini,” seru seorang anak perempuan berusia sekitar 5 tahun yang mengulurkan saputangan putihku. Aku terlonjak, terbangun dari lamunanku tentangmu Ruu.

“ Ah ya. Ini memang punyaku. Terima kasih banyak.” Kataku seraya mengambil saputangan putih itu. Anak perempuan itu tersenyum manis lalu berlari ke tepi pantai. Dimana seorang anak laki-laki yang lebih tua menunggunya, mungkin kakaknya, di istana pasir mereka.

Aku meraba renda di tepi saputanganku. Teringat kau yang membalut kakiku saat tergores terumbu karang sewaktu kita mengarungi tepian laut.

Setetes airmata bergulir turun. Aku belum sanggup melupakanmu ternyata Ruu. Seminggu yang kita habiskan di pantai kenangan ini dulu bagaikan bertahun-tahun kujalani bersamamu.

Binar-binar matahari sore di atas air menyilaukan mataku. Kutopangkan tangan menutupi sinarnya yang menyilaukan. Melihat jauh ke tengah laut. Teringat saat kita menaiki kano berdua, yang berakhir dengan terbaliknya kano yang kita tumpangi karena kita tidak bisa kompak mengayunkan dayung.

Teringat saat kita mencoba diving, dengan bodohnya aku menjulurkan tanganku untuk memegang ubur-ubur yang mengakibatkan jari-jariku bengkak dan perih.

Ah Ruu…kalau saja aku tahu kau harus pergi, seharusnya aku habiskan lebih banyak waktu bersamamu. Kalau saja aku tahu bahwa aku tak akan pernah melihatmu lagi, seharusnya aku katakan padamu aku mencintaimu. Teramat sangat.

Aku mendongakkan kepalaku. Menentang sinar yang mulai memerah untuk kemudian bergulir digantikan rembulan. Sesak dada ini teringat kau untuk terakhir kali yang melambaikan tanganmu dengan riang ketika kau akan pergi memancing di tengah laut.

Waktu itu aku bertanya padamu untuk apa memancing malam-malam.
“ karena malam sangat indah untuk dilewatkan dengan tertidur. Lagipula aku suka memancing malam-malam dan nelayan setempat mengajakku pergi.”

Siapa yang mengira bahwa malam itu badai datang dan ombak besar menenggelamkan perahu yang kau tumpangi. Semua nelayan kembali. Kelaparan dan sedikit terluka setelah terombang-ambing selama 3 hari di atas potongan kayu. Mereka kembali kepada yang mereka cintai. Hanya kau yang tidak. Menurut cerita para nelayan yang selamat, kepalamu terbentur kayu lalu kau tenggelam. Gelapnya malam menyulitkan mereka yang hendak menyelamatkanmu.

Kau pergi tanpa pesan, tanpa kata, tanpa ucapan perpisahan. Bahkan tubuhmu pun hingga kini belum ditemukan. Mungkin terbawa arus hingga ke pulau mimpi.

Aku melangkahkan kakiku hingga ombak membasahi separuh betisku. Kutundukkan muka dan bercermin pada air. Terlihat olehku ganggang laut yang kemerahan di antara karang. Airmata kembali bergulir di pipiku. Mengingatmu. Mengenangmu.

Seakan hari-hari indah telah lama berlalu saat kita bersepeda dan merentangkan tangan sementara sepeda kita terus melaju seolah-olah kita memiliki sayap. Hari dimana kehangatan menyelimuti diri dan cinta melingkupi diri kita.

Aku berbisik lirih. Entah pada siapa.

“ Ruu, aku mencintaimu.”

Dan matahari tenggelam sempurna. Satu persatu bintang hadir gemerlapan memenuhi langit. Satu hari lagi telah berakhir. Tanpamu di sisi


***
140807 - fatmawati


0 komentar:

Blogger Templates by Blog Forum