Masih Ada Cinta

Dear Abang tercinta,

Pernahkah Abang sadari waktu terus berjalan
Memutari kita seolah kita tak ada disana
Sementara kita terpasung oleh jarak
Merintih sendiri dalam sepi

Sudah menahun kau pergi
Tak adakah sedikit rindumu padaku
Aku luruh
Di setiap derai airmata yang tertumpah karenamu

Beribu kilometer terentang antara kita
Tak adakah keinginanmu kembali padaku
Aku rindu padamu
Pada gelak tawamu
Pada riang candamu
Pada tajam matamu
Pada hangat pelukmu

Seandainya kala itu kau tak melakukan kesalahan
Mungkin kau masih ada di sisi
Seandainya kita dapat kembali ke masa lalu

Tapi…perempuan mana yang sanggup
Bila kekasih hati berpaling
Perempuan mana yang rela bila di nomor duakan
Oleh sang pujaan hati
Dan sabarku mencapai batasnya malam itu
Ketika kau kembali berpaling

Jawab Bang
Perempuan mana yang mau diperlakukan seperti itu
Hati ini sakit
Batin ini menangis
Ketika kau lebih suka ngisap jempol daripada menciumku

Aku merindukan ciumanmu bukan isapan jempolmu,
Neng

***
240807 – Fatmawati. Bayu MyBro…utang gw lunas yaks. Kan udah dibikini puisi ngisep jempol…hehe..^^ Yang lain…maap sampai kalian tertipu..ini gara2 Bayu. *Toyor Bayu rame2..hahahaha..^^ Buat Bang Cibo..makasih ude bantuin aye ngedit nih puisi..

Read More...

Belenggu Hidup

"dibuat di kantor baru selepas jam kerja...waktu panas mulai menggerogoti diri dan sepi meraja..huiks..."

sepi dan sendiri
dengan belenggu hidup
menanti fajar yang tak kunjung tiba
diantara merah firdaus sore

sepi..aku disini
tanpa dirimu menemani
meninggalkan gelisah merajalela

sendiri..aku menghadapi hari
tanpa senyum dan tawamu
tanpa cintamu

dan belenggu hidup..semakin mempererat dekapannya padaku
membuatku sesak
membuatku ingin berontak
namun aku tetap lunglai
...tak berdaya

***
050707- diantara sakit panas yang semakin menggila sampai membuntukan pikiranku..menumpulkan akalku..meredamkan airmata lelahku..

Read More...

Menulislah ^^

Begitu banyak peristiwa terjadi

Begitu banyak kalimat yang ingin diucapkan

Namun waktu tak pernah berhenti
Pun untuk melirikku atau melirikmu

Kadang yang ingin terucap
Terhalang oleh jarak terbentang
Kemudian terlupakan

Maka menulislah
sebab...
Tulisan tak terhalang oleh jarak
Tak membeku oleh waktu

Menulislah
Dan tulisanmu dapat dibaca...
Direnungi...
Diresapi...
Lagi, lagi dan lagi
Bahkan jika kau mau
Sepanjang hidupmu


***
2001. Sebuah tulisan pendek di halaman muka diary masa SMA yang tertinggal di peti tua. Di tulis ulang dan di edit di sudut meja-230807 Fatmawati.

Read More...


Hari ini kuhabiskan dengan melamun

Seperti kemarin


Weittsss...bukan nulis puisi loh..hehe. cuma mau cerita2 aja..

hari ini gw jaga warung sendiri coz yang lain pada training. apa mau dikata gw trainingnya tgl 27-28 sih..huks..


hari ini seperti kemarin, bingung mau ngapain. hiburan ga ada (catet ya kemudian.com sang penghibur lagi overload)..


ga bisa buka meebo krn di block sama kantor...jadiiii...ga bisa liat kemudian.com darurat. hehehe..yah namanya juga nasib.


yang penting..smangat!!!fighting!!^^

Read More...

Ruang Kosong Itu


Ruang-ruang itu kini kosong
Menyisakan kenangan yang merepih sendiri
Setiap sudutnya memiliki cerita masing-masing
Suka duka
Tawa dan bahagia pernah tertumpah disana

Pernah ada mimpi yang dibangun di dalam ruang itu
Pernah ada secercah asa yang datang menghampiri di sela tangis

Kaki ini berat untuk melangkah
Meninggalkan ruang-ruang itu selamanya
Hati ini berat untuk berpisah
Mencoba lupakan ruang-ruang disana

Namun terukir jelas dalam ingatanku
Sudut yang ramah
Atap yang melindungi dari terpaan hujan
Rumpun yang menyejukkan mata dan hati
Tulang kokoh yang menopang seluruh kehidupan di dalamnya

Tangan ini mengelus pelan pintu kayu itu
Dan berbisik lirih,
“Selamat tinggal rumahku.”

***
200807 – Fatmawati. Mengenang rumahku yang dijual. Huks sedihnya.

Read More...

Kisah Cinta Jin Ceret


Kisah Cinta Jin Ceret

Suatu hari di negeri dongeng 2001 malam, sesosok jin terdiam mematung di tepi jendela rumahnya yang berbentuk ceret itu. Nama jin itu Jired – Jin Cered.

“ Hhh..” Lagi-lagi Jired menghela nafas panjang. Tiba-tiba…

PLETAKKK

“Adaaaooowww!!!” Jired mengusap-usap kepalanya yang benjol terkena lemparan batu.

“ Hihihi…sakit ya?” Jidang keluar dari rumah dandang-nya.

“ Sakit tau.” Jired masih bersungut-sungut.

Jidang hanya mengangkat bahu sambil tertawa pelan, lalu mendekati jendela tempat Jired melamun.

“ Kamu kenapa sih Red? Dari tadi aku perhatiin kamu ngelamun terus. Mikirin aku ya?” Tanya Jidang centil sambil mengedipkan mata.
* Catatan: Jidang itu asli jin cewek

“ Ih amit-amit deh aku mikirin kamu. Aku lagi bingung nih Dang.”

Jidang yang mau ambil langkah seribu karena sebal di tolak mentah-mentah sama Jired mengurungkan niatnya. Dia penasaran kenapa Jired yang biasanya ketawa mulu sama lompat-lompat hari ini melamun dan jadi pendiam.

“ Kenapa emang?” Tanya Jidang masih dengan nada jutek.

“ Aku bingung kenapa muka kamu kok tetep jelek aja ya?” Sahut Jired masih dengan muka melamun.

DUENNNKKKK

Kaleng coca cola bekas melayang dari tangan Jidang yang langsung pulang sambil marah-marah sendiri. Jired terpekik kaget. Benjolnya tambah parah. Sekarang benjol itu sebesar bakso tennis dan berdenyut-denyut.

Jired menatap secarik kertas di tangannya, lalu kembali melamun sambil sesekali mengusap benjol yang bertambah parah.

Tertulis di kertas itu, semua perasaannya pada seorang jin cantik bernama Ici sesosok Jin penunggu kunci.

Seandainya saja aku bisa
Menatap mata indahmu
Selaksa embun penyejuk di siang hari
Seandainya saja aku dapat
Ingin aku memeluk tubuh rampingmu
Dan menempatkanmu
Dalam wangi surgawi yang menari-nari

Seandainya saja waktu bisa kubekukan
Ingin rasanya aku bersamamu selamanya
Menjaga hati dan cinta ini

Seandainya cinta ini kukirim untukmu
Maukah kau sekedar melirik
Untuk mempertimbangkan hatiku

Karena aku…sayang kamu

Jired kembali menghela nafas. Menghimpun keberanian dan segera melangkah menuju rumah Ici, dewi cintanya. Diterima atau ditolak itu urusan nanti, Jired berkata mantap dalam hati.

Bahkan jin pun bisa jatuh cinta.


***
160807 - Fatmawati

Read More...

Kembali Menanti


Kembali menanti
Di sudut kota yang tak pernah sepi
Tergugu menatap waktu yang terus berputar
Sementara kakiku terpagut disini
Menanti yang tak jua datang

Kembali menanti
Sepercik asa yang tak juga datang
Menyisir sepi di antara keramaian

Rembang senja menjulurkan jemarinya yang kemerahan
Pertanda hari akan berakhir
Dan aku masih disini
Menantimu
Mengharapmu datang


***
Fatmawati 100807 – di sudut meja

Read More...

Aku : Pernah

Pernahkah kau berpikir
Apa tugasmu ketika kau menghabiskan hari di dunia ini?
Aku pernah

Pernahkah terlintas di pikiranmu
Bahwa kau merasa sepi di tengah keramaian
Dan merasa ramai di antara sepi?
Aku pernah

Pernahkah kau merasa begitu berat menjalani hidup
Sampai rasanya seperti mati dalam hidup
Dan hidup dalam kematian?
Aku pernah

Pernahkan tersirat dalam sekelumit asamu
Ketika masalah datang
Dan duka melingkupi
Sang Pemilik Semesta hadir dalam benak
Mengetuk hati
Menyejukkan raga walau tak ada air?
Aku pernah


***
150807 – Fatmawati. Masih di pojok meja.

Read More...


Debur ombak mengiringi langkahku
Di pantai kenangan kita
Gelombang ingatan memasuki kepalaku
Cerita tentang kita
Setahun yang lalu

Ingatkah kau, setahun yang lalu kita berdiri berdua disini? Menyaksikan semburat terakhir menyelinap pergi pertanda usainya hari. Berdua. Hanya kau dan aku.

Aku melepas sepatuku dan merasakan hangatnya pasir di sela-sela jemari kakiku. Angin menerpa memainkan rambutku. Dulu ada kau yang merapikan rambutku ketika angin membuat rambutku berantakan. Masa yang tak mungkin akan kembali lagi.

Dering bel sepeda membuatku menoleh. Terlihat dua kanak-kanak berkejaran dengan sepeda mereka. Tertawa riang. Matahari bersinar cerah. Secerah wajah kanak-kanak itu. Aku tersenyum getir. Mengingatmu. Mengenangmu.

Ingatkah kau Ruu, saat kita menaiki sepeda sewaan kita dan berkejaran di tepi pantai. Waktu itu sepedamu menabrak karang kecil yang bersembunyi di sela-sela rumput. Kau terjatuh dan aku yang panik langsung turun dari sepedaku dan membantingnya. Kau menundukkan kepalamu sampai aku begitu khawatir melihatnya.

Tiba-tiba kau mengangkat kepalamu dan tertawa. “ gotcha!” katamu sambil tertawa melihat wajahku yang sudah merah padam hampir menangis. Lalu aku ikut tertawa sambil memukul pelan bahumu. Dan kau menciumku lembut. Tepat saat matahari bergeser dari peraduannya.

“ Kakak, kakak menjatuhkan ini,” seru seorang anak perempuan berusia sekitar 5 tahun yang mengulurkan saputangan putihku. Aku terlonjak, terbangun dari lamunanku tentangmu Ruu.

“ Ah ya. Ini memang punyaku. Terima kasih banyak.” Kataku seraya mengambil saputangan putih itu. Anak perempuan itu tersenyum manis lalu berlari ke tepi pantai. Dimana seorang anak laki-laki yang lebih tua menunggunya, mungkin kakaknya, di istana pasir mereka.

Aku meraba renda di tepi saputanganku. Teringat kau yang membalut kakiku saat tergores terumbu karang sewaktu kita mengarungi tepian laut.

Setetes airmata bergulir turun. Aku belum sanggup melupakanmu ternyata Ruu. Seminggu yang kita habiskan di pantai kenangan ini dulu bagaikan bertahun-tahun kujalani bersamamu.

Binar-binar matahari sore di atas air menyilaukan mataku. Kutopangkan tangan menutupi sinarnya yang menyilaukan. Melihat jauh ke tengah laut. Teringat saat kita menaiki kano berdua, yang berakhir dengan terbaliknya kano yang kita tumpangi karena kita tidak bisa kompak mengayunkan dayung.

Teringat saat kita mencoba diving, dengan bodohnya aku menjulurkan tanganku untuk memegang ubur-ubur yang mengakibatkan jari-jariku bengkak dan perih.

Ah Ruu…kalau saja aku tahu kau harus pergi, seharusnya aku habiskan lebih banyak waktu bersamamu. Kalau saja aku tahu bahwa aku tak akan pernah melihatmu lagi, seharusnya aku katakan padamu aku mencintaimu. Teramat sangat.

Aku mendongakkan kepalaku. Menentang sinar yang mulai memerah untuk kemudian bergulir digantikan rembulan. Sesak dada ini teringat kau untuk terakhir kali yang melambaikan tanganmu dengan riang ketika kau akan pergi memancing di tengah laut.

Waktu itu aku bertanya padamu untuk apa memancing malam-malam.
“ karena malam sangat indah untuk dilewatkan dengan tertidur. Lagipula aku suka memancing malam-malam dan nelayan setempat mengajakku pergi.”

Siapa yang mengira bahwa malam itu badai datang dan ombak besar menenggelamkan perahu yang kau tumpangi. Semua nelayan kembali. Kelaparan dan sedikit terluka setelah terombang-ambing selama 3 hari di atas potongan kayu. Mereka kembali kepada yang mereka cintai. Hanya kau yang tidak. Menurut cerita para nelayan yang selamat, kepalamu terbentur kayu lalu kau tenggelam. Gelapnya malam menyulitkan mereka yang hendak menyelamatkanmu.

Kau pergi tanpa pesan, tanpa kata, tanpa ucapan perpisahan. Bahkan tubuhmu pun hingga kini belum ditemukan. Mungkin terbawa arus hingga ke pulau mimpi.

Aku melangkahkan kakiku hingga ombak membasahi separuh betisku. Kutundukkan muka dan bercermin pada air. Terlihat olehku ganggang laut yang kemerahan di antara karang. Airmata kembali bergulir di pipiku. Mengingatmu. Mengenangmu.

Seakan hari-hari indah telah lama berlalu saat kita bersepeda dan merentangkan tangan sementara sepeda kita terus melaju seolah-olah kita memiliki sayap. Hari dimana kehangatan menyelimuti diri dan cinta melingkupi diri kita.

Aku berbisik lirih. Entah pada siapa.

“ Ruu, aku mencintaimu.”

Dan matahari tenggelam sempurna. Satu persatu bintang hadir gemerlapan memenuhi langit. Satu hari lagi telah berakhir. Tanpamu di sisi


***
140807 - fatmawati


Read More...

Blogger Templates by Blog Forum