Saturday, March 28, 2009
by Littleayas
1#
Ibu, Dimana Aku?
Gelap. Dingin.
Apakah aku kembali dalam rahimmu?
Ibu, tolong aku!
Kakiku ditariknya sekuat tenaga
Paru-paruku banjir
Bibirku mulai biru
Kau mau pergi kemana Ibu?
Jangan hilang dari tanganku
Bagaimana aku bisa hidup tanpamu Bu?
Baru 62 hari aku melihat dunia
Aku rapuh tanpamu
Jangan! Jangan pergi Bu!
2#
Dadaku sesak
Seluruh tubuhku sakit
Air ini mulai mengalahkanku
Anakku! Dimana anakku?
Makhluk kecil cantik itu hilang
Lepas dari genggamanku
Lumpur menyekat kerongkonganku
Tak mampu teriakan kata-kata
Meski hatiku menjerit. Merintih
Anakku! Anakku yang cantik!
Hanyut bersama air bah
Hilang ditelan lumpur
Pagi mulai hidup
Namun hatiku mati
Gelap. Dingin.
***
280309
Satu hari setelah musibah di Situ Gintung. Seandainya aku Ibu yang kehilangan anakku tepat di depan mata…Tuhan…cobaanMu sungguh berat. Semoga orang-orang yang mendapat musibah diberi kesabaran dan tetap tawakkal. Amin.
Read More...
Summary only...
Posted in:
littleayas,
musibah
|
|
|
Thursday, October 2, 2008
by Littleayas
bilang "i Love you"
bila perasaan ini lebih untukmu?
Read More...
Summary only...
Posted in:
ayas,
iseng
|
|
|
Friday, July 4, 2008
by Littleayas
Hadirmu seperti berkas cahaya mentari pertama yang menghias cakrawala. Perlahan namun pasti. Menghangatkan jiwa meski tak ada bara api. Menyeruak di antara kabut dan berpendar riang bersama tarian peri embun pagi.
Wajahmu bersemayam dalam benakku. Senyummu terpatri dalam ingatan. Mengubah hari kelabu menjadi biru. Menjadi merah. Menjadi hijau. Kaulah pelangiku. Hadir setelah rintik hujan terakhir pergi.
Setiap malam tak pernah ku sabar menunggu bintang pulang. Hanya untuk melihat cahayamu lagi. Bahkan setiap detik terasa menyiksa dengan rindu. Rindu melihat bayang dan senyummu. Rindu teramat sangat pada bayang dan senyummu.
Morning Light,
Bila perjalananku akan menepi di satu titik, bolehkah itu dalam pelukmu? Bolehkah itu dalam dekapmu? Bukan cuma untuk hari ini. Tapi untuk selamanya. Sepanjang doa dan nafas kita.
***
010708
Read More...
Summary only...
Posted in:
live journey
|
|
|
Thursday, May 15, 2008
by Littleayas
Seribu layang layang
Seutas tali harapan
Manapaki jembatan langit
Seribu bilah cinta
Dalam anyaman bambu rindu
Bergelora hasrat mencinta
Tidakkah kau mendengar?
Angin membawa rintih cintaku
Untukmu yang keseribu kalinya
***
060508
Read More...
Summary only...
Posted in:
ayas.reality.poems,
hidup
|
|
|
Mengingatmu angin, seperti mengulum permen coklat yang lengket. Manisnya tak pernah hilang meski tahun-tahun lenyap ditelan waktu.
Kalau mata ini terpejam, teringat saat kita berlomba menuju pucuk pohon Bakau. Lalu berayun-ayun menantang langit dalam ayunan ban bekas. Seakan-akan baru kemarin terjadi saat pohon bakau adalah rumah kita dengan daunnya sebagai atap dan langit sebagai saksi. Bila malam kita menerangi rumah kita dengan kerlip bintang-bintang. Mencoba membaca rasi bintang pari di tengah langit kelam dan debur ombak.
Bila siang menyapa, kita adalah Peter Pan tanpa serbuk peri. Dunia kita adalah Neverland tepi pantai berpasir putih. Tempat kita berburu bajak laut adalah muara sungai dimana anak-anak kepiting tunggang langgang menuju hidup di laut lepas. Lalu kita berenang-renang dengan sukacita mengiringi kepergian anak-anak kepiting.
Bila terik menyengat, kita menjadi putri-putri tidur yang terlelap dalam hutan. Beralaskan daun-daun kering, lalu terbangun tiba-tiba dengan kelinci di sisi. Tak lupa menatap matari yang diam-diam menyelinap pergi.
Angin, ingatkah Kau saat Kita berpiknik di atas atap rumah? Memetik buah-buah jambu merah ranum yang menggiurkan lalu dihukum memperbaiki genting yang pecah. Tepat saat hujan lebat melanda. Memakai jas hujan, kita saling menyalahkan sebab musabab genting pecah. Namun kita tetap menikmati hari dengan tawa.
Di lain hari, Kita adalah para petualang yang mencari emas permata. Gua-gua kita jelajahi, sungai-sungai kita arungi. Malah air terjun tempat Jaka Tarub mengambil selendang pelangi milik Bidadari kita temukan. Lalu berkelanalah kita memasuki dunia bawah tanah tempat Gorgoyle-gorgoyle bersarang. Stalaktit dan Stalagmit memancarkan cahaya magis. Menyedot segala kekuatan kita. Nun jauh di gua yang di dalamnya mengalir sungai yang diberi nama Grand Canyon oleh penduduk setempat.
Bila bosan menyapa, kita menjadi Robinson Crusoe yang terdampar di pulau terpencil. Berlari-lari di tengah pematang sawah sambil sesekali memetik pisang di pinggirnya. Lalu Kita mencoba membidik burung-burung dengan ketapel buatan tangan. Tak lupa Kita berloncatan di antara sekam seolah kita para pemain sirkus yang sedang berakrobat. Gatal-gatal tak berkesudahan malamnya menyiksa Kita. Itu pun tak mampu kurangi bisik cekikik malam hari.
Ah Angin, tahun-tahun berlalu begitu cepatnya. Mungkin saat ini Kau sedang menyusui putri kecilmu seraya menceritakan dua anak nakal yang berkeliaran sepanjang hari di pinggir sungai mencari teripang ditemani seekor kera, seekor kucing dan seekor kelinci.
Mungkin juga Kau sedang bercerita tentang senja yang mengendap-endap hadir saat kita menatap Batu Layar di tengah laut. Atau tentang terumbu karang berwarna kemerahan yang sangat indah saat kita berdua menyelam. Mungkin juga Kau sedang bercerita betapa nikmatnya menyantap puding rumput laut yang ditemani segelas besar es kopyor.
Dimana pun Kau berada, Aku akan selalu mengingatmu Angin. Seperti buih tak pernah lupa pada ombak.
***
27 April 08
Mengenang masa kecil bersama sepupu tercinta saat 1 bulan berpetualang dan berkeliaran di sepanjang pesisir pangandaran. Tepat saat putih merah berganti putih biru, dan putih biru berubah menjadi putih abu-abu.
Read More...
Summary only...
Posted in:
angin,
kenangan
|
|
|