Feeling Grey




Kenapa dia dinamakan 'feeling grey'? karena saat ini, di tengah terik matahari, aku merasa jenuh.
jenuh dengan kemacetan yang tak ada ujung pangkal penyelesaiannya, jenuh dengan kerjaan, dan yeah a little bit boring with my life.
rasanya masih pengen istirahat di rumah. me-rileks-an pikiran, jiwa, raga. nonton dvd romance, komedi, atau horor (??!!untuk yg terakhir ini gak jamin berani nonton sendirian).


i need a holiday. more holiday..kesannya maruk yah. apa weekend gak cukup? tapi kenyataannya adalah gw kok tetep capek ya setiap hari senin?
ada beberapa kemungkinan.

kemungkinan 1 : aku males sama macet yang terus merajalela. memaksa diri bangun pagi dan berangkat jam 6 kurang padahal masuk kantor jam setengah 9.

kemungkinan 2 : stress sama kerjaan yang cenderung overload plus report2 yang bikin otak jadi berat sebelah sampai jalan timpang.

kemungkinan 3 : cuaca panas yang ampun2an. bikin anemiaku kumat dan sakit kepala meradang.

eniwei...diatas semua itu..aku tetep bersyukur. toh aku masih dikasih kerjaan, masih bisa ngerasain panas dan sakit kepala, juga masih dikasih kesempatan buat dateng on time ke kantor..

soooo..kesimpulannya adalah: nikmatin aja feeling grey ini...siapa tau nanti malam, nanti sore atau bahkan satu jam lagi i'm feeling pink ya kan??who knows? ^^

Read More...

Medley dan Masa Lalu

Medley dan Masa Lalu
Teks by. Littleayas


Putaran waktu terus mengajakku berjalan. Menyusuri nasib. Terkadang di tengah jalannya banyak rintangan menghadang. Pun banyak penyesalan menghalangi. Seperti sebuah mikroorganisme yang berkembang. Dari dua menjadi empat lalu menjadi delapan. Seperti itulah penyesalan yang menghimpit rongga dadaku.

Penyesalan karena menolak satu permintaan dari orang yang paling kusayangi. Nenekku.

Jika saja aku bisa memutar ulang jalan hidupku, aku mau melakukan apa saja sekedar untuk singgah beberapa menit dai masa lalu ketika umurku beranjak 7 tahun. Masa dimana hidup yang seharusnya indah menjadi kelabu.

Ketika itu Nenekku, seorang tua yang kehilangan rumah karena perebutan tanah dengan adiknya sendiri, memutuskan untuk menghabiskan waktu di rumahku. Malam hari pertama, ia mengajakku untuk tidur bersamanya. Suatu hal yang sangat sepele. Tapi aku menolaknya. Sebuah penolakan yang memberi rasa sesal. Sampai saat ini.

Nenekku mendapat stroke hanya beberapa jam setelah aku berangkat sekolah keesokan paginya. Ia dirawat intensif di salah satu Rumah Sakit besar Surabaya dekat dengan tempat tinggalku semasa kecil. Air mata mengaliri pipi mudaku. Teringat tangan keriputnya yang selalu memelukku kala aku sedih. Juga kata-kata bijaknya yang menerangi hati dan menjadi panutanku ketika aku beranjak dewasa. Nenekku selalu berkata, “jadilah perempuan yang kuat dan tegar. Sebisa mungkin belajarlah sebanyak-banyaknya dan jangan pernah menyerah.”

Kata-kata Nenekku itu yang memberi semangat kala aku menderita lumpuh di usia 5 tahun. Ia selalu menyemangatiku supaya aku tak cepat menyerah hingga akhirnya aku dapat berjalan kembali satu bulan setelah aku lumpuh. Kata-kata Nenekku pula yang membuatku belajar segala hal, mulai dari Ballet, Tari Tradisional, Melukis, Menulis puisi dan cerita, membuat program komputer sampai menjahit dan memasak.

Satu bulan setelah dirawat di Surabaya, Nenekku minta dipulangkan ke Jakarta. Melalui prosedur yang berbelit-belit menurut pikiran anak berumur 7 tahun, akhirnya Nenekku di pulangkan dengan pesawat yang dilengkapi dengan dokter, perawat, obat-obatan dan selang infuse. Hanya tiga hari Nenekku dirawat. Ia meninggal setelah berjanji padaku akan membuat baju indah untukku. Hari itu, Nenekku pergi membawa sejuta penyesalanku. Penyesalan yang selalu membayangiku bagai awan kelabu dalam pikiranku.


***
151107 – In memories of Grandma.

http://medleymovie.blogspot.com/

Read More...

Kutemukan Ia

Guru dalam hidup
Ada dimana-mana
Hadir tak terduga


Pagi ini kutemukan Ia
Dalam sosok pengamen
Yang bernyanyi dengan riang dan penuh makna
Di tengah kemacetan


***
141107 – Dalam perjalanan ke kantor di tengah kemacetan.


Read More...

Ajari Aku (Untuk Kinu)

Ingin itu ada
Dari genangan kecil
Membuncah menjadi sungai


Ajari aku
Merangkai kata tanpa kehilangan makna
Bimbing aku berpijak
Sebelum diri ini jatuh

***
081107 – Di malam dingin menuju pembaringan.

Read More...

Saat Bumi Menua


Ketika bumi masih muda
Diberikannya penahan lapar dan dahaga
Pada umat manusia
Meski setiap saat diinjak dan diludahi



Kini bumi menua
Rambut hijaunya dipangkas secara paksa
Karbondioksida menutupi permukaan wajah
Cadar ozon terkoyak-koyak
Penahan gelombang hancur

Jemari bumi bergetar
Memuntahkan lahar
Melepaskan derita

Airmata jatuh di satu sisi
Dan kering di sisi yang lain

Derita terengkuh
Manusia menyesali

***
251007-Fatmawati. Teringat kisah teman yang mulai terkena dampak global warming…plis manusia sayangi tanah coklat dan langit biru yang mulai lusuh ini.


Read More...

Di Atas Serambi

Suara langkah kaki kanak-kanak terdengar mendekati pintu rumah sederhana milik Airin. Tak berapa lama terdengar salam,” Selamat sore Kak Irin.” Senyum mengembang di bibir mungil Airin saat kanak-kanak itu berebutan masuk dan menuju serambi kecil tempat mereka belajar.

Adalah sebuah ritual bagi Airin setiap hari Selasa dan Kamis sore untuk mengajar kanak-kanak yang tak mampu di sekitar rumahnya. Meski kemiskinan hadir di sela nafas, mereka tetap bersemangat untuk mempelajari hal-hal baru. Bukan demi titel, juga bukan demi selembar ijazah melainkan demi memuaskan rasa keingintahuan mereka akan sebuah pengetahuan.



Airin segera menyiapkan buku dan alat-alat tulis. Metode belajar yang Airin lakukan sederhana. Untuk 1 jam pertama, mereka akan belajar memperlancar bacaan dan berhitung. Jam berikutnya, Anak-anak boleh bertanya apa saja asal masih dalam batas kewajaran. Untuk itu Airin sudah mempersenjatai diri dengan berbagai macam ensiklopedia, buku-buku dan Koran. Untung saja sejak kecil Bunda Airin selalu membelikan buku daripada mainan. Kata Bunda Airin,”Kalau buku meski sudah tua dan rapuh tapi masih akan menyimpan pengetahuan berbeda dengan mainan yang bila sudah rusak akan teronggok begitu saja.” Airin tersenyum lembut mengingat petuah Bunda.

Murid-murid Airin ada lima orang. Edi yang menjadi pemulung karena memulung adalah profesi keluarga besarnya. Abdul yang putus sekolah saat kelas 2 SD karena ketiadaan biaya dan sekarang membantu ibunya mencari nafkah dengan menjadi loper Koran. Si kecil Anti yang sudah 2 tahun dipaksa ibunya untuk menjadi pengemis di kolong jembatan layang. Ahmad si pedagang asongan adalah yang tertua di antara mereka,10 tahun umurnya dan tidak pernah mengecap bangku sekolah. Dan Ika, adik Ahmad yang menjadi pengamen di lampu merah pojok kota.

Dulu, Airin melihat Ahmad yang minta dibacakan sepotong berita yang terpampang di halaman muka Koran terkemuka kepada Abdul. Abdul membaca dengan terbata-bata. Di situlah batin Airin terketuk. Ia, mahasiswi beasiswa IKIP bisa belajar dengan leluasa. Merengkuh cakrawala aksara tanpa batas, sedangkan mereka yang ingin melihat cakrawala itu tak mampu bahkan untuk lancar membaca. Airin menghampiri Ahmad dan Abdul, berkenalan dan mengajak mereka untuk bermain dan belajar di rumahnya. Sejak itulah sekolah kecil mereka dimulai.

“ Kak Irin, Anti mau tahu pahlawan itu apa sih?” Tanya Anti polos seraya menunjuk sampul buku Pahlawan-pahlawan Belia*.

Airin tersenyum, “Pahlawan dalam arti sebenarnya adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran**.”

“ Jadi mereka bisa siapa aja ya Kak?” Ahmad bertanya serius.

“ Iya. Jadi pahlawan itu bukan sebatas orang yang mengangkat senjata. Guru juga pahlawan. Bahkan Ibu kalian juga sebenarnya pahlawan karena mereka sudah mati-matian berjuang melawan maut untuk melahirkan kalian.” Terang Airin. Mereka ber-ooo panjang.

“ Tapi ibu Anti malah nyuruh Anti jadi pengemis Kak. Masa dia jadi pahlawan?” Anti kecil protes pada Airin.

Airin menghela nafas. Kemiskinan itu biang keladinya ingin ia berteriak. Tapi tatapan polos anak-anak itu mengurungkan niat Airin. Negara ini sudah tua, mulai bobrok di sana sini. Tapi bukan berarti jiwa mereka harus ikut bobrok.

“ Sebenarnya Ibu kalian itu juga mau kalian hidup nyaman. Tidur dengan perut kenyang. Belajar di sekolah bukan di rumah Kakak yang sempit ini. Tapi keadaan tidak memungkinkan. Ketidakseimbangan ekonomi tidak merata. Kurang pengetahuan menjadi penyebab kemiskinan.”

“ Kalau gitu aku mau belajar banyak Kak. Biar pintar dan nggak miskin lagi.” Seru Edi. Airin mengelus kepalanya.

“ Terus kalau sumpah pemuda itu apa Kak?” Tanya Ika seraya menunjuk headline media.

Terbayang dalam benak Airin saat Kakek Buyut menimangnya di pangkuan dan bercerita tentang sumpah pemuda yang diikutinya. Ketika seluruh pemuda Indonesia bersumpah akan menjalin persatuan. Yang seiring dengan waktu, makna sumpah pemuda sendiri semakin memudar.

“ Sumpah pemuda itu hari dimana perwakilan seluruh pemuda daerah di Indonesia bersumpah akan menjalin persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Itu sebabnya dulu Negara kita di sebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

“ Para pemuda itu, mereka juga pahlawan Kak?” Mata bulat Abdul bersinar jenaka.

“ Iya mereka juga pahlawan. Mereka berani memperjuangkan kebenaran untuk bersatu. Jangan lupa, tahun 1928 itu Indonesia belum merdeka. Jadi sumpah pemuda itu yang membimbing para pemuda untuk meraih kemerdekaan.”

“ Hebat ya Kak pemuda-pemuda itu.” Kata Anti, lalu lanjutnya, “ Anti juga mau jadi pahlawan Kak.”

Airin tertawa. Dicubitnya gemas pipi Anti yang coklat terbakar matahari Jakarta. “Anti bisa kok jadi pahlawan. Ajak teman-teman Anti kesini. Jadi kita bisa bermain dan belajar bersama.”

Mata Anti bersinar bagai lilin di kegelapan lalu mengangguk. Airin menerawang memandang tempat lusuh yang terlupakan di sudut Jakarta dari serambi kecilnya. Gubuk-gubuk tumpang tindih dengan kemiskinan yang menyengat. Ditatapnya mata polos para kanak-kanak yang berharap tumpangan menuju cakrawala aksara darinya. Aku tidak dapat mengangkat senjata untuk membela mereka, juga tidak dapat memberi mereka kenyamanan hidup. Aku hanya dapat mengangkat pena dan memberi pengetahuan pada mereka agar mereka dapat menyongsong masa depan di tengah kelusuhan. Memberi sesuatu yang berwarna di tengah kesemrawutan Kota. Airin berbisik lirih sementara mentari memerah dan turun dari peraduan di ufuk barat.

***
241007 – Fatmawati.
* Judul: Pahlawan-pahlawan Belia: Keluarga Indonesia dalam Politik,
Penulis: Saya Sasaki Siraishi, Penyunting: Seno Gumira Ajidarma dan
Pax Benedanto, Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta 2001
** Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia

Read More...

Dermaga Hati


Pernah terlintas di benak saatku kanak-kanak
Dimanakah akan kulabuhkan hati

Kala semburat pertama mengawali hari
Terbesit kata cinta melingkupi diri

Allahku
Padamulah aku tergugu
Jatuh dalam pesona nan abadi


kulabuhkan hati pada langit
Kutitipkan diri pada riak air
Kuletakkan sekalimat pada hembusan bayu
kuiringkan cinta pada embun pagi penyejuk hari
kurantaikan jiwa pada karang kokoh penahan badai
untukMu
Pelita Hidupku
Lautan Asmaraku
Keteduhan abadi dalam setiap detikku
Allahku

*221007 Fatmawati. Ketika langit cerah tak berawan

Read More...

Life Without Luv

Pernah mikir gak sih gimana rasanya hidup ini tanpa cinta. Kata yang simpel tapi mampu mengetuk jiwa. Hemmm...jadi inget waktu pertama kali jatuh cinta. Waktu itu aku masih SMP, masih cupu..hehe. rasanya gandengan tangan aja maluuuu bgt ^^. Padahal aku pernah benci setengah mampus sama dia..wakakak. Karma,

kata Gita sahabat aku.
Kalau sekarang sih...aku uda sama cowo yang sumpah duduls bgt. Tapi dia lucu, baik hati, gak sombong, rajin menabung..ups kok jadi ngelantur ye?? =P

Back to the topic. Kalau hidup tanpa cinta rasanya hambar iya kan? kita gak ngerasain gimana rasanya sayaaaannnggg bgt sama orang lain atau gimana rasanya berkorban. hemm...termasuk cinta sama orang tua. Bayangin gimana kita kalau ga sayang sama bokap nyokap atau sama kakak adek..huhu..serem yah.

Trus di dunia ini jadi banyak orang jahat yang hatinya beku.ckckck
so keep love in ur heart ^^

Read More...

Blogger Templates by Blog Forum