mY giRL in MemOriaM

Obe menghela nafas seraya meraih tangan Aya. Ia menggenggam tangan Aya yang dingin dan kaku meski denyut kehidupan masih terasa.

“Aya..buka mata kamu.” Bisik Obe pelan. Tidak ada reaksi. Obe kembali menghela nafas lalu memejamkan matanya. Berusaha menghindari pedih yang menyeruak dari kedua matanya.

“Obe..Obe..” sebuah suara mengejutkan Obe. Ternyata Tante Firna, Bundanya Aya.

“Eh Tante, kapan dateng Tante?”

“Baru aja kok. Kamu ketiduran ya? Biar Tante aja yang jaga Be. Gantian ya.”

Obe melirik jam tangannya. Jam 7.30 pagi. Obe memang memilih menjaga Aya di malam hari supaya paginya bisa pergi ke kantor.

“Ya udah tante. Aku pulang dulu ya, Aku harus sampai kantor jam 9. Nanti sore aku dateng lagi.”

Tante Firna tersenyum lalu berkata,”Kamu harus banyak istirahat juga Be. Jangan sampai sakit ya.Banyak makan, kamu jadi kurus begini.” Obe hanya tersenyum mendengar kata-kata Tante Firna.

“Iya tante. Nanti aku makan banyak di rumah. Aku pulang dulu ya.” Obe mengecup pipi perempuan tua yang sudah dianggap sebagai ibu sendiri itu dengan lembut, lalu ia beranjak pulang.


Rumah Obe- Jam 8.35

Obe menatap langit-langit kamarnya. Badannya letih tapi hatinya lebih letih lagi. Masih teringat senyum dan perkataan Aya waktu terakhir kali mereka bertemu, 2 jam sebelum Aya koma.

----------------------------

“Kamu tenang aja Be.” Kata Aya saat itu. “Aku kan udah pernah di operasi jantung sebelumnya, jadi tenang aja.”

“Kok kamu bisa segitu santainya sih Ya? Emang ga takut yah?” Tanya Obe penasaran melihat wajah tenang tunangannya itu.

“Em..takut sih Be. Tapi yang namanya kematian itu kan ga bisa kita prediksi. Jadi kalau itu emang udah waktuku buat pergi..ya aku uda siap kok.”

Sebuah pertanda. Sebuah kalimat pertanda. Setengah jam di ruang operasi, tekanan darah Aya naik turun berulang kali. Saat tekanan darahnya stabil, Ia sudah tertidur dalam koma.

----------------------------

Handphone Obe berbunyi tiba-tiba. Ringtone power ranger yang norak terdengar. Mendengar ringtone itu, ingatan Obe kembali melayang ke Aya.

----------------------------

Waktu itu adalah pertemuan pertama mereka. Sahabat Obe dari sma, Rei adalah teman Aya sekaligus pacar sahabat Aya, Rina. Kebetulan Obe ga ada acara waktu Rei dan Rina mengajak Obe nonton. Obe inget banget film itu. Sweet November, film drama romantis yang bikin hati ikut nangis.

Di tengah-tengah film tiba-tiba handphone Obe bunyi. Ringtone ala power rangers yang norak terdengar keras diantara dialog-dialog. Serentak banyak kepala menoleh heran ke arah Obe –jaman gini masih ada yang pake ringtone anak-anak ginian yah.

Obe sendiri dengan cueknya cuma ngomong, “Ups..gue lupa silent. Hehehe.”

Rina manyun sambil ngelempar popcorn, “Elo tuh udah kuliah juga ringtone masih kaya anak kecil gitu.” Rei juga ikut misuh-misuh, “Tau. Malu-maluin aja lo.” Tapi herannya Aya cuma ketawa trus bilang, “Emang kenapa sih?kan lucu. Ringtonenya beda ama yang lain.”

Obe terpana. Diantara sekian ribu, ups berlebihan ya. Diantara sekian orang yang bilang ringtonenya norak baru satu mahluk yang bilang lucu.

----------------------------

Obe geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Dilihatnya caller id, Rei.

“Yep”

“Oi Be. Lo kerja ga?Uda jam 10 nih.”

“Hah? Jam 10? Ya uda deh gue ga kerja. Lagi males.”

“Yeiy elo. Kenapa sih lo?ketiduran?” Rei terheran-heran. Ga biasanya Obe males buat kerja. Sebagai manajer pemasaran termuda, Obe memang sangat sibuk.

“Hemmm..”

“Ya udah. Sore gue ke rumah lo ya.”

“Heeh. Dateng aja.”

Obe menutup pembicaraan. Ingatannya kembali melayang. Ke Aya. Ke gadisnya yang sekarang tergolek di rumah sakit.

----------------------------

Sore hari, rumah Aya –2 tahun lalu

Sejak kejadian di bioskop, Aya dan Obe semakin dekat. Sampai di satu titik Obe merasa kalau ia merasa sayang sama Aya. Obe mau ngelindungin Aya yang punya fisik lemah karena penyakit jantung bawaan. Sore itu seperti biasanya Obe udah duduk manis di kursi taman ditemani sepoci teh dan sepiring kue bolu yang masih mengepul hangat.

“Be..Obe..heyy..kenapa sih bengong gitu?” Aya mengagetkan Obe yang lagi bengong ngeliatin bolu yang masih hangat itu.

“Hehehe..engga. Cuma liat bolu aja.”

“Liat bolu?emangnya itu bolu kenapa?”

“Cuma mikir aja. Yang bikin kue ini pasti bikin pake hati yang senang.”

“Kenapa kamu bisa mikir gitu?” Aya mengerutkan kening. Heran banget nih orang, pikirnya.”

“Iya soalnya teksturnya lembut. Pasti adonannya pas deh.”

Aya tertawa. “Ya iyalah lembut. Itu kan bolu.” Obe ikutan nyengir. Dilihatnya muka Aya yang berseri karena tawanya.

“Muka kamu kenapa sih Ya? Ko merah gitu dahi kamu?” Obe bingung ngeliat dahi Aya yang merah.

“Oh..itu..” Aya menundukkan kepalanya.

“Itu kenapa?”

“Hehe..tadi kan pulang sekolah mampir dulu ke alfamart depan komplek trus aku kesandung keset merah itu lohhh..”

“Terus?” Obe penasaran sambil menyeruput tehnya.

“Ya...terus aku jatoh. Diketawain lagi.” Aya nyengir tanpa merasa bersalah. Obe ketawa ngakak sampai keselek teh yang lagi diseruputnya.

“Aya..aya..kamu tuh...”Obe geleng-geleng kepala sambil ngacak-ngacak rambut Aya.

“Ceroboh banget sih jadi orang.”

Aya cuma senyum sambil ngangkat bahu seolah ga peduli.

“Tapi itu yang bikin aku sayang kamu.” Aya menoleh dengan cepat. Dilihatnya Obe yang dengan tenang meneguk tetes teh terakhirnya.

“Kamu ngomong apa Be?” Obe memandang Aya. Lalu jarinya menggenggam kedua tangan Aya.

“Aku sayang kamu Ya. Jujur aku sayang kamu dari pertama kali kamu bilang ringtone aku yang norak itu lucu.” Aya tersenyum. Hatinya berdebar kencang.

“Jadi..?” Obe memiringkan kepala, menunggu jawaban.

Aya hanya tersenyum lalu mengecup pelan pipi Obe. “Aku sayang kamu dari pertama kali aku ngeliat kamu.”

----------------------------

Dalam kamarnya yang sepi, Obe tersenyum. Seakan-akan kenangan itu hidup kembali dari masa lalu. Dirabanya pipi yang dulu pernah dikecup Aya. Setetes air mata mengalir. Apakah Aya akan kembali bisa mengecup pipinya lagi. Air mata Obe terus mengalir. Seakan-akan kepenatan selama sebulan terakhir sejak Aya divonis koma mendesak keluar.

“Be kalau nanti aku pergi kamu jangan sedih ya.”

“Emangnya kamu mau kemana Ya?Tanggal pernikahan kita kan 4 bulan lagi. Kamu mau kemana lagi?”

Aya tersenyum.

Go go power ranger!!Obe terlompat dari tempat tidur. Ternyata dia ketiduran setelah membiarkan airmatanya mengalir. Caller id : tante firna.

“Halo.” Obe mengucek-ucek matanya.

“...” hanya terdengar isak tangis. Perasaan Obe langsung berantakan. Jantung berdebar, keringat dingin mengalir.

“Tante..?ada apa tante?” Obe mencoba tenang walau hatinya semakin ga tenang.

“Aya kritis Be.” Suara tante Firna tersendat kemudian pecah tangisnya.

Obe langsung berdiri dan berlari ke luar kamarnya. “Aku langsung kesana. Tante tenang dulu ya.” Terdengar deru motor masuk ke halaman rumah Obe. Rei.

“Rei!!”

“Kenapa sih lo Be?ko lari-lari?” Rei terheran-heran. Sahabatnya ini emang lagi aneh. Tadi bolos kuliah sekarang lari-lari di rumah. Jangan-jangan...

“Aya kritis Rei. Anterin gue sekarang ke rumah sakit.” Sahut Obe sambil menyambar helm yang diberikan Rei. Rei hanya mengangguk.

Setibanya di rumah sakit, Obe langsung berlari menuju kamar Aya. Tidak menghiraukan pandangan mencela orang-orang karena dia berlari-lari di lorong. Kamar itu kosong. Obe semakin panik.

“Suster.” Obe menyambar lengan seorang suster yang lewat. “Pasien di ruang ini kemana?”

“Mbak Aya dipindahkan ke ICU mas.” Sahutnya ramah.

“Terima Kasih.”

Obe kembali berlari. Kenangan tentang Aya semakin menyambar-nyambar ingatannya. Seperti slide show sebuah film tua.

----------------------------

Suatu sore di sebuah taman tua

“Be kamu tau, aku kan punya penyakit jantung.” Obe menggenggam tangan Aya. Ia tau di dada Aya goresan bekas pisau operasi.

“Iya aku tau.” Obe menoleh. Gadisnya. Aya. Orang yang paling dia sayang di dunia.

“Bisa aja aku pergi mendadak.” Obe mengeraskan genggamannya.

“Ngomong apaan kamu. Kamu ga bakalan pernah pergi mendadak.”

----------------------------

Obe meringis sambil berlari. Siapa sangka ucapan yang selintas-selintas itu menjadi kenyataan. Dilihatnya Tante Firna.

“Tante...” Tante Firna menoleh. Airmata membasahi wajahnya.

“Obe...” dan Tante Firna menangis di bahu Obe.

Di kejauhan Rei menelpon Rina, memberi kabar terakhir tentang keadaan sahabatnya.

Obe mondar-mandir di depan ICU. Sudah satu jam dan pintu masih tertutup. Tante Firna sudah ditenangkan oleh Rina dan sekarang sedang di kantin rumah sakit untuk membeli makan malam. Ingatannya kembali melambung.

----------------------------

Malam hari di atap rumah Obe – 6 bulan lalu

“Waaaa...bintangnya banyak banget.”

“Bagus kan sayang? Kalau lagi cerah begini emang enak duduk disini.” Obe merengkuh lembut pundak Aya. Aya menyenderkan kepalanya di bahu Obe. Terasa oleh Aya debaran jantung Obe yang berirama.

“Kamu tau Be, Ini kaya di film walk to remember deh.” Aya tersenyum.

“Aku sayang kamu Aya.”

“Aku juga”

“Aku mau kamu ada di setiap waktuku. Ada di setiap sudut kehidupanku.” Obe menatap mata Aya.

“Kamu mau menikah denganku?” Obe mengeluarkan cincin emas putih yang indah. Pinggirannya berhias bintang-bintang kecil. Mata Aya berkilau karena airmata haru.

Obe mencium Aya dengan lembut.

----------------------------

Seorang dokter yang mendekat memutuskan lamunan Obe.

“Anda kerabat Mbak Aya?” tanya Dokter itu.

“Saya tunangannya Dok. Gimana keadaannya Dok?”

“Silakan ikut ke ruangan saya.” Obe mengikuti langkah dokter itu dengan pelan. Antara ingin dan enggan. Ingin karena penasaran sama diagnosa dokter. Enggan karena takut akan hasil akhir yang menyedihkan.

“Silakan duduk mas..”

“Obe. Nama saya Obe.” Dokter itu mengangguk.

“Kemungkinannya...” Dokter itu terdiam. Obe paham itu.

“Kemungkinan terburuk dokter?”

“Yah...mungkin tinggal beberapa jam lagi. Sekarang nyawanya tergantung dengan mesin sepenuhnya.”

Kata-kata dokter selanjutnya tidak terdengar lagi. Yang ada di pikirannya hanya dia akan kehilangan Aya. Gadisnya. Mimpinya tadi sore teringat lagi. “Be kalau nanti aku pergi kamu jangan sedih ya.” Seakan kata-kata Aya menggema kuat dan terpatri di benaknya.

----------------------------

“Be, jantungku rasanya sakit deh.”

Obe memandang gadisnya. Wajah Aya terlihat pucat.

“Kenapa?kumat lagi?”

Aya tersenyum. “Katanya aku sakit parah...karena aku terlalu sayang kamu Be.”

Obe merengut.”Itu ga lucu Aya. Kamu tau gimana perasaan aku setiap kamu ngeluh kalau jantung kamu sakit? Itu seperti menusuk jantung aku sendiri.”

“Maaf sayang. Aku ga bermaksud kaya gitu. Mungkin aku kecapean kali ya nyiapin pernikahan kita.”

“Kalau gitu kamu harus banyak-banyak istirahat ya.” Obe membelai wajah Aya lembut.

Aya hanya mengangguk. Tak disangka keesokan harinya Aya ditemukan pingsan. Menurut dokter karena adanya thrombus – penggumpalan darah di jantung jadi Aya harus di operasi. 2 hari kemudian di meja operasi, Aya tak sadarkan diri. Koma.

----------------------------

Obe menggenggam handphonenya dengan frustasi. Tante Firna yang membawakannya sandwich terkejut melihat keadaan Obe.

“Be..kamu ga apa-apa?” Obe mendongak. Tante Firna paham arti tatapan matanya tanpa harus bertanya. Paham begitu melihat sorot mata Obe yang penuh luka.

“Dokter yang ngomong?” Obe hanya mengangguk menanggapi pertanyaan tante Firna.

“Aku udah minta ijin buat ada di samping Aya. Dokter bilang boleh. Aku mau, kita semua ada disana waktu dia pergi.” Tante Firna mengangguk. Airmatanya kembali jatuh. Obe memeluk tubuh tua itu. Bagaimanapun Tante Firna adalah Ibu dari Aya. Dia pasti lebih merasakan kehilangan daripada diriku, pikir Obe. Apalagi tante Firna sudah ditinggal oleh Om Andro,ayah Aya yang meninggal karena kecelakaan 7 tahun lalu. Hartanya hanyalah Aya.

Kamar itu sepi. Tidak ada suara. Yang terdengar hanyalah dengung-dengung mesin yang menempel di badan Aya. Obe menggenggam tangan Aya. Merasakan dingin. Merasakan kematian yang tinggal sejengkal lagi. Berharap keajaiban bahwa Aya akan membuka matanya.

Tiba-tiba dirasakannya tangan Aya bergerak dalam genggamannya.

“Aya” bisiknya pelan. Mata Aya terbuka. Tante Firna, Rei dan Rina menghambur mendekat. Aya tersenyum.

“I love u Be. Forever.” Lalu senyumnya jatuh ke arah Tante Firna, Rei dan Rina. “Aku sayang kalian semua. Bimbing aku Be.” Obe membimbing Aya mengucap 2 kalimat syahadat. Aya menggumam mengulangi ucapan itu. Lalu dia pergi. Selamanya.

Seorang suster memberikan Obe secarik kertas. Menurut suster itu, Aya pernah menitipkan surat itu saat akan masuk ke ruang operasi.

“Suster aku titip surat ini buat orang yang paling aku sayang setelah Bunda aku. Namanya Obe. Tapi kasihnya nanti aja kalau ada apa-apa sama aku ya Sus.”

Dan sekarang Obe menerima surat itu.

Dear Obe sayang,

Kalau kamu terima surat ini berarti aku udah pergi.

Maaf kalau aku pergi mendadak. Maaf kalau aku harus pergi duluan.

Banyak kenangan di antara kita yang ga bakalan aku lupain. Kamu adalah hal terbaik yang dikirim Tuhan. I do love u.

Jangan nangis sayang. Aku mau senyum kamu yang nganter aku pergi. Aku mau senyum kamu yang terakhir aku liat.

If i die tonight,i’ll go without regret. If its ur eyes that the last thing i’ve ever see. Then i know beauty heaven holds me.

Love u always.

Aya

----------------------------

Gatsu - 110507

0 komentar:

Blogger Templates by Blog Forum